"Selamat Datang di " MGMP IPA BERMUTU POKJA III WONOSOBO WEBLOG"

Senin, 17 Mei 2010

Skenario Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Skenario Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Oleh : Suparlan

Selama ini pembicaraan kurang terpusat pada guru sebagai andalan utama pelaksana acara kurikuler. Lebih sering orang membahas kurikulum sebagai pokok permasalahan pendidikan di sekolah.
(Fuad Hassan, Kompas, 28 Februari 2000)

Semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi.
(Mohammad Surya)

Fuad Hassan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, secara terus terang mengakui bahwa pokok persoalan pendidikan yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih terfokus kepada masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28 Februari 2000). Padahal, telah menjadi pemahaman umum bahwa masalah pendidik jauh lebih penting daripada masalah kurikulum dan komponen pendidikan lain. Pernyataan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang guru besar Universitas Indonesia itu, memberikan gambaran bahwa masalah pendidik atau guru memang belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang memadai oleh para praktisi pendidikan, apalagi oleh pengambil kebijakan pendidikan.

Sebagaimana diketahui, negeri ini menghadapi masalah pendidikan yang demikian rumit. UNESCO meletakkan Indonesia dengan Human Development Index (HDI) pada urutan ke-112 di antara 174 negara yang diteliti. Di lain pihak, The Political dan Economics Risk Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong telah meletakkan sistem pendidikan di Indonesia pada urutan ke-12 di antara 12 negara yang diteliti. Pendek kata, kondisi bangsa ini menang sedang tidak nyaman, termasuk dunia pendidikannya. Ahmad Sjafii Maarif, ketua umum Persyarikatan Muhammadiyah, sebagai contoh, menyebut masalah pendidikan sebagai 'wajah bopeng pendidikan kita' (Republika, 9 Mei 2005). Singkat kata, mutu pendidikan di negeri ini memang masih rendah. Untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut diperlukan usaha ekstra keras dari semua pihak secara sinergis. Tidak ada kata putus ada bagi orang yang masih percaya kepada kekuasaan-Nya.

Tulisan ini akan lebih memfokuskan pembahasan dari aspek guru atau pendidik, yakni langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagai contoh, organisasi pembinaan profesional guru seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) yang selama ini terlibat dalam upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan kini seperti telah mengalami mati suri. Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang harus ditempuh kecuali dengan memberdayakan organisasi pembinaan profesional itu. Dari banyak organisasi pembinaan profesional itu, beberapa di antaranya yang tetap eksis dengan segala kemandiriannya, tanpa mengandalkan adanya subsidi dari pihak manapun juga. Sebagai salah satu contoh, MGMP Matematika Kota Surakarta, secara rutin telah memiliki kegiatan yang cukup inovatif, seperti mengadakan lomba mata pelajaran Matematika bagi peserta didik di kawasan Surakarta dan sekitarnya, dan bersamaan dengan acara itu diadakan pula acara seminar pendidikan matematika untuk para guru matematika. Acara yang cukup meriah seperti itu dilaksanakan secara bergilir dari satu sekolah ke sekolah lain yang dinilai mau dan mampu menjadi tuan rumahnya.

Jika Wakil Presiden berjanji kepada PGRI untuk menyelesaikan masalah guru dalam tiga tahun (Kompas, 8 Juni 2005), tulisan ini lebih merupakan skenario jangka menengah, minimal lima tahun, karena masing-masing langkah merupakan upaya besar. Tanpa semangat besar, upaya besar itu tidak akan dapat diselesaikan dengan hasil yang besar. Masing-masing langkah dari skenario ini mungkin dapat diselesaikan dalam masa satu tahun. Dengan demikian, lima langkah skenario ini dapat diselesaikan dalam lima tahun.


Mutu Pendidikan dan Mutu Pendidik

Mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai 'hidden currickulum' atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-anaknya tidak berada di dalam keluarga.

Fasilitas pendidikan berupa buku sudah demikian canggih disusun. Bahkan banyak bahan ajar yang kini telah disusun dalam bentuk CD ROM, bukan buku yang tebal dan biasanya disusun tidak semenarik komik atau majalah. Dengan demikian peserta didik memiliki pilihan lain berupa sumber informasi yang tinggal 'ngeklik' di komputer pribadinya. Sumber informasi dengan mudah dicari dengan cara 'surfing' melalui bahan ajar virtual melalui internet. Nah, dalam kondisi seperti itu, apakah peran pendidik masih diperlukan lagi? Pada era teknologi informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi fasilitator, motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi informasi peserta didik dengan mudah dapat mengakses informasi apa saja yang tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru diharapkan dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang jelas.

Pertanyaan besar yang akan dicoba dijawab dalam tulisan ini adalah tentang bagaimana skenario yang harus diikuti untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan? Keseluruhan skenario itu akan meliputi beberapa pertanyaan. Pertama, langkah pertama apakah yang dinilai sangat penting sebagai titik awal (starting point) untuk melakukan langkah-langkah berikutnya. Langkah pertama ini juga dinilai sebagai pemutus rantai dari serangkaian mata rantai masalah yang sering sebagai lingkaran setan (vicious circle) yang tidak diketahui mana pangkal dan ujungnya. Kedua, langkah-langkah besar apakah yang harus dilakukan dalam keseluruhan skenario itu. Ketiga, apa hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lain, serta apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai langkah yang telah ditentukan.


Langkah pertama: peningkatan gaji dan kesejahteraan guru

Mohammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, menyatakan dengan tegas bahwa "semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi". Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.

Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Mengapa? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah (1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat, (2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu, (3) bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge), (4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian (5) bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional. Dari kelima syarat tersesbut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.

Apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan langkah pertama ini dengan baik? Jika standar gaji yang akan dinaikkan itu cukup tinggi, maka kenaikan gaji dapat dilakukan dengan standar kompetensi yang tinggi pula. Yang akan diberikan kenaikan gaji adalah para pendidik dan tenaga kependidikan yang telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena dewasa ini terdapat berbagai pangkat dan golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga diselaraskan dengan pangkat dan golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji kompetensi harus dilakukan dahulu secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara matang. Jangan ada kecurangan dalam proses uji kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam pelaksanaan uji kompetensi, maka secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam sistem ini. Langkah pertama ini akan berjalan dengan lebih matap jika sistem pembayaran gajinya telah dilaksanakan dengan melalui bank.


Langkah kedua: alih tugas profesi dan rekruitmen guru untuk menggantikan guru atau pendidik yang dialihtugaskan ke profesi lain

Langkah kedua ini merupakan konsekuensi dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Syaratnya, (1) mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan, (2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya. Jika syarat tersebut telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau kalau perlu dipensiundinikan.

Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu diadakan seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Rekruitmen pendidik yang jujur dan transparan ini telah dilakukan oleh Paulo Freirie dalam rangka reformasi pendidikan di Brazilia. Crass program seperti guru bantu sebaiknya tidak dilakukan di masa-masa mendatang, karena program seperti ini sama dengan ibarat memasang bom waktu yang berbahaya, terutama jika tidak mengelola program ini dengan baik. Program guru bantu dapat saja dimasukkan menjadi satu sistem dalam rekruitmen guru. Artinya, proses rekruitmen guru dilakukan dengan mekanisme melalui guru bantu. Jadi, untuk ikut rekruitmen guru seseorang harus melalui guru bantu. Guru bantu yang tidak lulus tes secara otomatis menjadi masa akhir kontrak kerja untuk menjadi guru bantu.


Langkah ketiga: membangun sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, serta sistem penjaminan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Langkah ini merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Prasyarat yang harus dipernuhi sebagai berikut. Untuk pendidik yang akan diangkat menjadi PNS harus diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan 'jual beli ijazah' yang juga dikenal dengan 'STIA' atau 'sekolah tidak ijazah ada'. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga kependidikan sudah waktunya disesuaikan. Kenaikan pangkat pendidik dan tenaga kependidikan bukan semata-mata sebagai proses administrasi semata-mata, melainkan lebih merupakan proses penting dalam sertifikasi yang berdasarkan kompetensi.


Langkah keempat: membangun satu standar pembinaan karir (career development path)

Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.


Langkah kelima: meneruskan peningkatan kompetensi melalui kegiatan diklat, dan pendidikan profesi dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), serta melibatkan organisasi pembinaan profesi guru dan tenaga kependidikan

Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan secara jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi tersebut tidak dapat ditawar-tawar. Sementara itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi.

Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru.


Akhir Kata

Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan butu pendidik dan tenaga kependidikannya.

Upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat dilepaskan dengan aspek-aspek penting sebagai berikut: (1) gaji dan standar kesejahteraan yang layak untuk kehidupannya, (2) standar kualifikasi, (3) standar kompetensi dan upaya peningkatannya, (4) sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependiikan dan alih profesi yang tidak memenuhi standar kompetensi, (4) seleksi/rekruitmen yang jujur dan transparan, (5) standar pembinaan karir, (6) penyiapan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dengan standar kompetensi, dan lebih menekankan praktik dan dengan teori yang kuat, (7) sistem diklat di lembaga inservice training dan pendidikan profesi di LPTK, dan (8) pemberdayaan organisasi pembinaan profesional seperti KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS, yang perlu diberdayakan. Mudah-mudahan.

*) E-mail: bsuparlan@yahoo.com. Website: www.suparlan.com

Sumber : http://www.suparlan.com/pages/posts/skenario-peningkatan-mutu-pendidik-dan-tenaga-kependidikan45.php

Jumat, 07 Mei 2010

ETIKA PENGUTIPAN

Tata Cara Mengutip
Karya Orang Lain

Dalam tata cara mengutip karya orang lain kita setidaknya harus memperhatikan aturan
atau tata cara yang berlaku. Kutipan ini dapat berupa tulisan-tulisan buku, majalah, surat kabar,
gambar ataupun foto, E-Book dan sumber atau media lainnya.
Sesuai dengan Pasal 14 UU No. 19 Tahun 2002 C.
"Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila pengambilan berita aktual baik
seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, atau surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap".
Ini berarti jikalau Anda mengutip tulisan atau

Untuk melihat lebih lengkap artikel di atas dapat di download pada link ini

Kamis, 06 Mei 2010

SILABUS IPA SMP

Kulirik sudut kanan bawah kompi mungilku, jam menunjukkan angka 01.31 dini hari. Mata ini masih saja sulit untuk diajak istirahat. Iseng - iseng ku masuk ke http://www.ziddu.com dan segera login ke website itu. Mau apa aku ke sini ??? Tanyaku dalam hati, seper sekian detik segera saja aku upload Silabus IPA yang aku miliki ke site tersebut. Ok's, 45 detik file ku telah terupload. Beres dech.
Bagi rekan - rekan yang menghendaki silabus IPA SMP silahkan aja download di link ini dan semoga silabus tersebut bisa bermanfaat.

Rabu, 05 Mei 2010

Proposal Blockgrant Bermutu

Malam makin larut dan rasanya mata ini sulit untuk dipejamkan. Ku nyalakan laptop dan kumulai jalan - jalan mencari artikel yang berkaitan dengan BERMUTU di tempat mbah Google. Ku dapatkan Proposal Blockgrant Bermutu dari salah satu blog, langsung saja aku download. Dan hasilnya dapat diunduh di link ini. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan yang membutuhkannya

Rabu, 03 Februari 2010

Case Sudy dalam Pembelajaran

Oleh Mary dan Teuku Alamsyah
(Sumber : http://zakaria71.blogspot.com/)

1. Hakikat Case study
Case study atau studi kasus adalah rangkuman pengalaman pembelajaran (pengalaman mengajar) yang ditulis oleh seorang guru/dosen dalam praktik pembelajaran mereka di kelas. Pengalaman tersebut memberikan contoh nyata tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru pada saat mereka melaksanakan pembelajaran. Gunanya adalah melalui pengkajian case study dalam pembelajaran dengan segala komponennya, para guru dapat melakukan evaluasi diri (self evalution), dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas. Bagi para calon guru, kajian terhadap case study akan dapat membuka wawasan mereka terhadap pembelajaran dan menanamkan konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
Di sisi lain, case study tentang pembelajaran dapat digunakan untuk membantu, baik guru maupun mahasiswa calon guru dalam memahami hakikat pembelajaran. Studi kasus seperti ini menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pembelajaran secara nyata. Case study ditulis dalam bentuk narasi dan berisi pengalaman pembelajaran yang paling berkesan yang Anda ingat karena kesuksesannya, kesulitan, atau pengalaman yang penuh problematika. Case study ditulis dengan memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Case study ditulis dalam bentuk cerita naratif yang sangat rinci dan sangat erat kaitannya dengan pengalaman yang Anda alami.
2) Case study tersebut sedapat-dapatnya harus ringkas. Maksismum dua halaman ketikan. Namun, jika pengalaman yang akan diungkap dalam case study tergolong cukup esensial sebagai pengalaman bagi orang lain, case study dapat juga ditulis melebihi dua halaman ketikan.
3) Case study harus memuat unsur kemanusiaan: kemauan yang Anda miliki, tindakan dan kesalahan Anda yang mengecewakan dan rasa kesenangan atau kekecewaan pada saat selesainya pembahasan.
4) Case study harus memiliki judul yang dapat mewakili keseluruhan isi pengalaman pembelajaran yang dituliskan.
5) Pengalaman yang dituangkan dalam case study adalah ungkapan kejujuran. Artinya, cerita dalam case study adalah cerita kejujuran.

2. Manfaat Case Study
Manfaat yang dapat dipetik dari case study bagi guru dan bagi mahasiswa calon guru dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Sebagai evaluasi diri (self evalution) bagi guru untuk dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
2) Sebagai pembuka wawasan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran dan penanaman konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
3) Guru dan mahasiswa calon guru dapat belajar dari kegagalan orang lain (guru penulis case study).
4) Menemukan kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran berdasarkan pengalaman penulis case study.
5) Mahasiswa calon guru dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang dunia anak—khususnya di sekolah, termasuk di dalamnya memahami psikologi anak.
6) Guru dan mahasiswa calon guru dapat menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat sehingga tidak mengulangi kekeliruan yang dialami oleh penulis case study.
7) Keberhasilan yang dialami oleh penulis case study dapat menjadi acuan bagi orang lain (guru dan calon guru).
8) Bagi guru pamong, case study bermanfaat dalam pembimbingan mahasiswa PPL melaksanakan pembelajaran agar menjadi lebih baik.
9) Dengan mengkaji case study, guru ataupun calon guru menjadi lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih berani mengungkapkan kegagalan yang dialaminya dalam pembelajaran.
10) Guru dan calon guru dapat belajar menulis pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran.

3. Metode untuk Mengembangkan Case Study
1) Seorang guru menceritakan/menulis pengalaman yang sukses atau suatu permasalahan yang menarik yang muncul saat pembelajaran dengan pokok bahasan atau topik tertentu. Pengalaman yang diceritakan/dituliskan itu menggambarkan pemikiran guru tersebut tentang mengapa permasalahan atau pengalaman tersebut menarik.
2) Harus ditulis sesegera mungkin supaya tidak mudah terlupakan
3) Sebagai masukan dalam penulisan, penulis narasi dapat mempedomani komentar-komentar guru lain (guru mitra) yang ikut mengamati proses pembelajaran
4) Persiapan guru
5) RPP
6) Pelaksanaan pembelajaran
• Kegiatan awal, inti, dan akhir
• Metode dan strategi pembelajaran
• Materi pembelajaran
• Evaluasi
• Ketercapaian tujuan pembelajaran
7) Perilaku siswa
8) Perasaan guru (keberhasilan, kegagalan, dan persepsinya terhadap siswa)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah case study dalam bentuk narasi pembelajaran, prosesnya adalah sebagai berikut.
(1) Ada tim kolaborasi (beberapa orang guru)
(2) Ada persiapan-persiapan prapembelajaran
(3) Praktik pembelajaran di kelas (ada yang berpraktik mengajar dan ada yang mengamati)
(4) Pengamat menuliskan komentarnya
(5) Komentar yang ditulis oleh pengamat tidak berupa “potret pembelajaran”, tetapi mengarah pada proses pembelajaran dengan segala komponennya
(6) Komentar pengamat ditulis pada saat proses pembelajaran berlangsung
(7) Pada akhir pembelajaran, komentar pengamat diserahkan kepada guru yang berpraktik mengajar
(8) Guru yang berpraktik mengajar menuliskan pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran
(9) Narasi yang sudah ditulis, diberi judul yang sesuai
(10) Setelah menulis narasi, guru juga menulis refleksi dengan cara membaca kembali narasi yang ditulisnya, kemudian baru menuliskan refleksi.
(11) Narasi yang sudah ditulis dibaca oleh pengamat dan pengamat menuliskan komentarnya berdasarkan narasi dan hasil pengamatan pembelajaran
(12) Case study dilengkapi dengan RPP dan hasil kerja siswa
(13) Narasi memuat semua hal yang dialami dan dirasakan guru dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya perilaku siswa

Penulisan Refleksi
1) Penulis disarankan membaca ulang narasi yang sudah ditulisnya itu beberapa kali, kemudian menuliskan refleksi terhadap narasi itu.
2) Guru-guru lainnya diminta memberikan tanggapan/komentar dengan menuliskan ide-ide mereka sehubungan dengan kasus yang mereka baca tersebut.

Sulitkah mempertahankan minat belajar Siswa ?

Sulitkah mempertahankan minat belajar Siswa ?

Oleh: Helsi, Sumedang.

Sebagai seorang guru, saya berkeinginan agar siswa merasa senang saat belajar dan tetap mengikuti pembelajaran sampai jam pelajaran berakhir. Pada kesempatan ini pelajaran yang akan saya sampaikan adalah materi Klasifikasi zat.

Konsep yang tercantum dalam RPP adalah Asam, Basa dan Garam dalam kisaran Standar kompetensi: Memahami klasifikasi zat, sedangkan Kompetensi dasar: Melakukan percobaan sederhana dengan bahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari hari. Konsep Asam, basa dan garam diajarkan di kelas VII semester 1. Seperti kita ketahui bahwa pelajaran Kimia baru mulai dipelajari siswa setelah masuk SMP. Sehingga siswa yang baru tamat SD tersebut masih sangat merasa asing terhadap Laboratorium beserta alat dan bahannya sampai petunjuk kegiatannya (LKS).

Sabtu, 23 Agustus 2008, pukul 09.50, dilaksanakanlah pembelajaran di kelas 7 D SMPN 2 Tanjungsari. Kegiatan belajar saat itu menggunakan pendekatan kontekstual dan siswa belajar dalam kelompok yang terdiri atas 4 orang dan dibagi menjadi 10 kelompok. Setting meja dan bangku disusun membentuk angka II. Pada awal pembelajaran saya lupa meminta siswa untuk menghadap ke depan papan tulis, sehingga ada beberapa siswa yang membelakangi guru. Saat itu saya begitu bersemangat untuk membawa siswa mengerti akan konsep kimia ini.

Apersepsi disampaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dan ada beberapa siswa yang belum siap untuk belajar. Mereka masih mengawasi sekeliling ruangan yang masih sangat asing baginya. Saya mulai menjelaskan bermacam macam indicator dan ciri asam basa yang biasa dikenal, seperti ciri pada cuka dan sabun. Kemudian penjelasan berlanjut pada alat dan bahan eksperimen .

Saya memperhatikan ada beberapa siswa yang tidak mengikuti penjelasan itu. Penjelasan yang disampaikan dianggap angin lalu dan mereka asyik melihat keliling ruangan Lab. Reki adalah satu dari siswa tadi yang mengantuk dan meletakkan kepalanya di meja.

“Anak-anak, tahukah kalian mengapa untuk mengurangi sakit pada lambung orang sering menggunakan obat seperti antasid? “ Ucapan saya mulai sedikit menarik perhatian siswa saat melakukan tahap kontak dalam kontekstual. Lalu kegiatan belajar mulai melangkah ke tahap kuriositi,” Coba kalian Perhatikan tabung reaksi yang berisi ekstrak kulit buah Manggis ini, apa warnanya? Sekarang Ibu akan mencampurkannya dengan larutan antasid, sedikit kita aduk dan perhatikanlah…… dan ternyata campuran itu jadi berubah warna. Mengapa begitu , apa ada yang tahu alasannya”? Semua siswa terdiam dan terkagum- kagum. Demikianlah demontrasi tersebut dilakukan sehingga terciptalah rasa ingin tahu siswa.

Tiba saatnya siswa ditugaskan untuk bereksplorasi dengan media pembelajaran dengan di pandu oleh LKS pada tahap elaborasi. Setiap siswa mendapatkan 2 lembar LKS. Ada siswa yang sudah aktif membaca dan langsung ingin mencoba melakukan kegiatan seperti perintah dalam LKS,tapi ada juga yang diam menonton.

Seperti pada awal pembelajaran Reki berada pada keadaan yang belum mau belajar dan malas mengikuti kegiatan kelompok. Rafima, teman sekelompoknya mulai menegur.” Ayo Rek baca LKS-nya, bantu saya dong, jangan diam saja”, Gerutu Rafima. Dengan terpaksa Reki mulai melirik demi LKS. Setelah ditemukan hal yang menarik dari kegiatan yang dilakukan teman temannya, mulailah minat Reki muncul. Perlahan Ia mulai melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang gejala yang timbul setelah meneteskan cuka pada lakmus merah dan lakmus biru. “Kok aneh ya mengapa lakmus biru berubah jadi merah sedangkan yang merahnya tidak berubah. Tapi bila ditetesi air kapur, malah yang berubah lakmus merah jadi biru, sedangkan lakmus biru tetap”, kata Reki aneh. Terbukalah suatu diskusi kelompok untuk membahas gejala yang timbul dan mereka mencatatnya pada tabel pengamatan. Tetapi penyebab terjadinya perubahan itu masih belum dapat mereka temukan dan ada keinginan untuk bertanya kepada guru, tapi keinginan itu hilang.

Sambil berkeliling membimbing kegiatan yang dilakukan siswa kelompok demi kelompok. Saya memperhatikan aktifitas siswa. Saya merasa pembelajaran saat itu berhasil karena saya dapat membaca siswa senang dan betah belajar dari kegiatan eksperimen indicator asam basa ini .

Setelah kegiatan kelompok berakhir saya mulai masuk pada tahap nexus yaitu tahap perumusan rangkuman. Dengan sangat tergesa-gesa, saya langsung memberikan penjelasan, tapi sayangnya penjelasan itu tidak menimbulkan adanya interaksi siswa dengan guru. Informasi banyak bersumber dari guru sehingga guru-lah yang memonopoli pembicaraan. Banyak teori asam basa saya sampaikan secara langsung dan tidak ada kegiatan menggali pengetahuan siswa dari apa yang telah mereka lakukan. Dari raut wajah, banyak siswa yang merasa sulit menghubungkan sejumlah informasi yang diucapkan guru dan kegiatan ini membuat turunnya konsentrasi belajar siswa .

“Dari ketiga macam indikator alami yang kita gunakan hari ini, manakah indikator yang paling baik dan apa alasannya”. Saya mulai mengumpulkan perhatian siswa kembali. Banyak siswa terdiam. Kemudian saya mencoba menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. Tapi apa jawab mereka ? “Belum Bu, Kami tidak bisa menjawabnya!”

Akhirnya pertanyaan itu saya jawab dan pertegas sendiri setelah tidak saya temukan jawaban tepat dari mereka .Penjelasan itu saya akhiri dengan kesimpulan ciri ciri larutan yang bersifat asam , basa dan netral. Jumlah siswa yang tidak memperhatikan dan mengikuti pembelajaran dengan baik jadi bertambah banyak. Meskipun beberapa pertanyaan dalam LKS dapat dijawab dengan baik, tapi ada beberapa konsep yang belum dipahami, sehingga siswa belum mampu menarik kesimpulan dari percobaan yang mereka lakukan, kemampuan itu hanya terbatas pada beberapa siswa saja. Hal ini terbukti dari hasil test yang diberikan guru.

Saya merasa kecewa. Awalnya saya mengira pembelajaran saat itu berhasil, ternyata tidak. Saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa yang justru malah di akhir jam pelajaran

Meskipun sudah saya kuras energi ini untuk membuat siswa mengerti dengan berkeliling membimbing siswa, memberi penjelasan, tapi sia sia belaka karena justru motivasi yang muncul sangat tinggi pada kegiatan elaborasi menjadi sangat cepat menyusut diakhir pembelajaran. Kejadian ini sangat tidak saya harapkan karena mengapa saya tidak dapat mempertahankan semangat belajar siswa. Apa yang harus saya ubah dari pembelajaran ini.

BUKAN HAL BARU, MENGAPA SULIT PAHAM?

BUKAN HAL BARU, MENGAPA SULIT PAHAM?

Oleh: Ladi, S.Pd (Guru SMPN 1 Lekok Kab Pasuruan, Jatim)

Menjadi guru matematika adalah impian yang sangat saya dambakan sejak lulus SMA. Menurutku, selain guru olah raga, menjadi guru matematika adalah guru yang paling santai. Setelah menerangkan materi pelajaran, kemudian siswa diberi tugas, maka selanjutnya kita tinggal menunggu mereka bekerja. Ternyata dugaanku salah. Jadi guru matematika ternyata lebih sulit, karena pelajaran matematika sangat tidak disukai oleh kebanyakan siswa.

Pagi hari ini adalah hari pertama aku mengajar untuk tahun ajaran baru ini. Materi yang harus aku berikan kepada anak-anak adalah OPERASI BILANGAN BULAT di kelas 1 (satu) SMP. Indikatornya: menjumlah dan mengurangi bilangan bulat. Setelah proses belajar mengajar selesai saya mengharapkan siswa dapat menjumlah dan mengurangi bilangan bulat, serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah memberi salam saya meminta ketua kelas untuk memimpin berdoa, dengan harapan semoga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan yang di harapkan, dan bermanfaat. Setelah proses berdoa selesai saya mengecek kehadiran anak-anak.

Saya memulai pembelajaran dengan menanyakan seputar materi yang pernah di dapat di sekolah sebelumnya (di Sekolah Dasar). Saya bertanya:” Apa yang dimaksud bilangan bulat? Siapa yang dapat menuliskan Himpunan Bilangan Bulat?” Dari jawaban beberapa siswa, saya kaget karena mereka masih belum paham apa itu bilangan bulat.

Setelah saya mengingatkan tentang bilangan bulat yang sudah diberikan di SD dan bagaimana cara mengoperasikan bilangan bulat maka saya mulai masuk pada materi pokok menjumlah dan mengurangi bilangan bulat. Saya buat beberapa contoh soal menjumlah dan mengurangi bilangan bulat di papan tulis, yaitu, 6 + 7=..., (-5)+6=..., 4 +(-7)=..., 5 – 3=..., 5 – 8=..., 5 – (-5)=.... Saya memberi dua macam contoh cara pengerjaan yang berbeda pada anak, agar mereka dapat memilih cara yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

Contoh pengerjaan pertama adalah 6+7=.... Pada soal ini saya meminta salah satu anak untuk ke depan mengerjakannya. Ternyata siswa tidak mengalami kesulitan. Berikutnya (-5) +6 =.... Saya bertanya kepada Rudi:” Berapa hasil dari (-5)+6?” Rudi menjawab:”Min satu” Saya bertanya kepadanya:” Darimana diperoleh negatif satu?” Ia terdiam. Saya tanyakan ke siswa lainnya. Tak ada satupun yang menjawab.

Selanjutnya saya menjelaskan pada mereka dengan menggunakan garis bilangan, seperti cara yang sudah mereka dapatkan di SD. Untuk menghitung (-5) + 6, pijakan hitungan mulai dari angka 0. Karena bilangannya (-5) maka melangkah kekiri 5 satuan, kemudian karena 6 positif maka dari (-5) melangkah kekanan 6 satuan dan berhenti. Ternyata berhenti di angka 1. Oleh karena itu (-5) +6 = 1.

Berikutnya saya menjelaskan cara yang kedua, yaitu dengan mengumpamakan bilangan positif tabungan untuk mengembalikan hutang, dan bilangan negatif itu besarnya hutang. Dengan demikian bila hutangnya lima (-5) kemudian tabungannya 6, maka setelah membayar hutang akan tersisa tabungan 1. Oleh karena itu (-5) +6 = 1.

Selanjutnya saya minta satu persatu anak mengerjakan soal: (-5)+6 =..., 4 +(-7) =..., 5 – 3 =..., dan 5 – 8 =... di papan tulis. Satu persatu anak maju. Ketika seorang siswa mengerjakan 5 – (-5)=..., waktu cukup banyak tersita. Anak tersebut hanya diam saja di depan kelas. Tampak ia memilih cara dengan garis bilangan. Langkah pertama digambarkannya melangkah 5 ke kanan, kemudian dia kelihatan binggung melihat –(-5). Kemudian ia melangkah kekiri sebanyak 5. Saya membantunya dengan menjelaskan bahwa operasi pengurangan merupakan lawan dari operasi penjumlahan atau mengurangi sama dengan menjumlah dengan lawannya, sehingga harus balik. Dengan banyak bantuan akhirnya anak tersebut dapat melakukan pengurangan dengan bilangan negatif. Dari proses mengerjakan ke papan tulis tadi saya berkesimpulan bahwa anak-anak belum lancar mengerjakan operasi bilangan bulat dengan garis bilangan. Saya melihat anak-anak bingung bila sudah menyangkut pengurangan.

Selesai pengerjaan di papan tulis, saya lakukan pembahasan soal yang telah dikerjakan. selanjutnya saya memberi kesempatan kepada mereka untuk bertanya bila masih ada materi yang belum dimengerti. Rupanya tak ada yang bertanya. Berikutnya saya memberi tugas atau latihan yang dikerjakan bersama kelompoknya masing-masing. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Soal latihannya adalah: 1 – 5=..., (-5) – 4=..., 3 – (-2)=..., (-6) – (-4)=..., dan 6 – (-4)=....

Pada saat anak-anak bekerja dalam kelompok, saya berkeliling ke seluruh kelompok untuk melihat hasil kerja tiap-tiap kelompok, sambil memberikan bimbingan yang diperlukan secara terus menerus. Dan saya temukan pada tiap kelompok ada siswa yang tidak aktif, dia cenderung diam tidak mau ikut memikirkan bagaimana cara mendapatkan hasil dari proses penjumlahan atau pengurangan pada tugas tersebut. Untuk mengetahui hasil kerja kelompok maka perwakilan dari masing-masing kelompok menuliskan hasilnya di papan tulis. Wakil-wakil kelompok kelihatan lancar menuliskan hasil kerjanya. Saya tidak heran karena yang maju semuanya adalah anak yang paling mampu di kelompoknya.

Setelah selesai penulisan hasil kerja kelompok masing-masing, saya bertanya kepada semua anak apakah sudah paham dengan cara menyelesaiakan soal-soal tadi. Ternyata mereka umumnya diam saja. Ini menandakan bahwa masih belum paham betul mengenai penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Saya berpikir bahwa jangan-jangan untuk yang bilangan bulat positif dijumlahkan atau dikurangkan dengan bilangan bulat positif saja mereka belum terampil. Namun saya juga melihat bahwa beberapa anak sudah lancar menjumlah dan mengurangkan bilangan bulat, baik yang positif maupun yang negatif. Saya sadari bahwa setiap anak punya daya pikir ataupun pemahaman yang berbeda-beda. Ada anak yang dijelaskan berulang kali namun masih belum paham juga, sementara bagi anak lain yang daya pikirnya cepat hal ini sangatlah mudah.

Selanjutnya anak-anak saya ajak untuk membahas hasil dari presentasi tiap-tiap kelompok tadi. Saya minta mereka untuk membetulkan pekerjaan mereka yang masih salah. Dan akhirnya saya bersyukur bahwa pembelajaran saya yang pertama pada tahun ajaran ini dapat saya lampaui dengan baik, dan berjalan lancar dan situasi yang tidak tegang. Walaupun demikian saya masih bertanya-tanya dalam hati kenapa anak-anak masih belum paham mengenai operasai pada bilangan bulat, padahal pelajaran ini sudah mereka dapatkan di sekolah sebelumnya. Apakah ingatannya yang kurang ataukah penjelasannya yang memang kurang jelas, inilah yang terus saya pikirkan sampai saat ini. Dan saya membayangkan apakah mereka bisa mengerjakan soal-soal yang saya berikan untuk dikerjakan di rumah.

Sumber : BBM Matematika SMP